Wednesday, September 28, 2011

Persaudaraan Di Atas Gerobak

Usianya hampir 50 tahun. Rambutnya sudah memutih. Gerobak berisi sebuah dipan itu didorongnya bersama seorang tetangga yang bertugas menarik gerobak dari depan. Entah sudah berapa kali mereka istirahat dan menyapu keringat. Jalan yang mereka lewati tidak selalu mulus dan datar, tapi beberapa kali menanjak dan menurun. Ini jelas butuh energi yang besar dan kesigapan agar gerobak tidak terjungkal.

[+/-] Selengkapnya...

Friday, August 5, 2011

(Sekali Lagi) Jangan Sepelekan Do'a

Anak bungsu saya umurnya baru 5 tahun. Asma namanya. Suatu hari, saya menjelaskan tentang penulisan kata ‘dua’ kepadanya karena ia menuliskannya dengan ‘duwa’ untuk menuliskan angka ‘2’. Ketika saya membetulkannya, ia tetap ngotot dengan pendapatnya. Dengan berbagai cara saya berusaha meyakinkannya, tapi tetap saja dia tidak terima. Akhirnya saya berfikir, biarlah dia mengerti pada waktunya. Hanya Allah yang bisa mengubahnya. Hal itu pun saya bawa dalam do’a saya.

Petikan cerita di atas dituturkan oleh Emmy Soekresno, S.Pd. saat menjadi pembicara pada kegiatan “Pelatihan Menjadi Guru yang Kreatif dan Menyenangkan” yang diadakan oleh Yayasan Al-Mujawwad, Pondokcina, Depok bulan Juli lalu. Pada salah satu bagian paparannya, beliau menegaskan bahwa do’a adalah tulang punggung keberhasilan kita dalam mendidik anak-anak kita, baik dalam kedudukan kita sebagai orangtua ketika mendidik anak, ataupun sebagau guru ketika mendidik siswa(i) kita. Petikan kisah di atas adalah salah satu contohnya. Itu adalah pengalaman beliau sendiri.

Keesokan harinya”, lanjut Emmy mengisahkan tentang anaknya, “Sepulang sekolah, Asma menghampiri saya dan mengatakan bahwa dia sudah mengerti bahwa angka ‘2’ ditulis dengan ‘dua’ dan dia pun setuju. Ketika saya tanyakan bagaimana dia bisa mengerti tentang hal itu, dia mengatakan bahwa tiba-tiba saja ia mengerti”. “Dalam hati, saya berpikir, ternyata Allah sudah mengabulkan do’a saya”, menutup ceritanya.

[+/-] Selengkapnya...

Saturday, July 9, 2011

Hilmi jadi Galak

Kemarin, Hilmi meninju perut Fathir, anak Bu Murni, salah seorang guru yang mengajar di PAUD Syakura Kids. Sebenarnya, Hilmi tidak bisa disalahkan. Diantara anak-anak peserta “pelatihan pendidikan anak” yang diadakan di PAUD Syakura Kids kemarin, Fathirlah yang selalu mengganggu anak-anak yang lain, terutama Tsaqib, anak Bu Atik, guru PAUD yang lain. Kadang-kadang Tsaqib bisa membela diri, tapi lebih sering tidak berdaya, hingga ada luka bekas cakaran Fathir di bagian bawah mata kanannya. Kasihan melihat Tsaqib diperlakukan sedemikian rupa, Hilmi menghampiri Fathir dan langsung menghadiahinya sebuah pukulan.

Sewaktu pulang ke Makassar bulan Mei lalu, keluarga di Makassar heran melihat perubahan pada Hilmi. Hilmi yang dulu pemalu telah berubah menjadi Hilmi yang pemarah. Hilmi yang kalem telah menjelma menjadi Hilmi yang galak.

Kapan Hilmi mulai jadi galak? Sampai dengan tiga bulan lalu, Hilmi masihlah seorang anak yang kalem dan pemalu. Kalau dia diganggu oleh temannya di sekolah atau di tempat mengaji, dia diam saja. Pecinya dilepas, ia diam saja. Tangannya ditarik-tarik, ia hanya menepis tangan temannya kemudian duduk lagi. Hingga suatu saat, Hilmi diajak nonton oleh Rajef, teman barunya yang juga tetangga baru kami. Ternyata yang mereka tonton adalah film kartun Naruto. Sejak saat itu, Hilmi berubah. Dia tidak lagi diam kalau diganggu. Sayangnya, perubahannya tidak sampai di situ. Hilmi menjadi mudah marah. Sedikit saja diganggu, dia langsung bereaksi keras. Hilmi pernah memegang kerah baju anak yang mengganggunya. Dia juga pernah temanya dengan sebilah kayu gara-gara dicolek.

[+/-] Selengkapnya...

Main, main, dan main

Tiga bulan belakangan ini Nadya dan Hilmi keranjingan main. Pulang sekolah, main. Pulang ngaji, main. Apalagi kalau libur, bisa main seharian. Tidur siangnya tidak tenang karena khawatir bangun menjelang maghrib, sehingga tidak sempat lagi main. Bahkan, kadang-kadang Nadya tidur malam lebih cepat dari biasanya karena berharap esoknya bisa bangun lebih awal, sehingga waktu mainnya lebih lama.

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, June 15, 2011

Untungnya, Saya Ikut Sholat Berjama'ah

Sepekan terakhir, setelah merampungkan perbaikan bahan seminar setelah diujikan, adalah hari-hari yang melelahkan sekaligus merisaukan. Bahan seminar yang juga merupakan bahan awal pembuatan tesisku baru rampung pekan lalu, sehingga praktis hanya tersedia 1 pekan waktu untuk menyelesaikan tesis. Untungnya, tesis itu sudah mulai kukerjakan sembari menunggu jadwal ujian seminar 2 pekan lalu. Alhamdulillaah, hari ini terbayar sudah kelelahan dan kerisauan itu karena tadi pagi tesisku telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Kemarin, setelah berkonsultasi dengan pembimbing dan tesis belum juga disetujui, saya menghabiskan waktu di kampus hingga pukul 20.30 wib untuk mengerjakan beberapa bagian yang masih harus diubah dan dilengkapi dari isi tesis itu. Sholat maghrib dan sholat isya kulaksanakan di mustek (mushollah fakultas teknik). Kedua sholat itu kukerjakan di antara konsentrasi penuh dalam merampungkan tesis. Makanya, saat sholat maghrib, sangat sering pikiranku melayang ke mana-mana, keluar dari mushollah. Sebentar-sebentar, di antara takbir dan bacaan sholat, tiba-tiba teringat ada gambar pada bab 2 yang belum disesuaikan penomorannya. Saat imam menyerukan takbir, pikiranku kembali lagi ke tempat sholat. Sesaat kemudian, pikiranku melayang lagi ke kamar kosku menemui istri dan anak-anakku, sementara mulut terus komat-kamit karena bacaan-bacaan sholat sudah terhafal di luar kepala. Begitulah hingga sholat maghrib berakhir.

Di tengah-tengah gonta-gantinya pikiranku antara sholat dan macam-macam pikiran yang mengganggu, tiba-tiba terlintas pikiran lain seperti ini: "Untungnya saya ikut dalam sholat berjama'ah. Kalau tidak, akibat gangguan-gangguan pikiran ini, mungkin saya tidak tahu lagi sudah berapa raka'at sholat yang kulakukan. Karena sholat berjama'ah, maka gerakan-gerakanku terbimbing oleh gerakan imam dan jama'ah lain di sampingku dan jumlah rakaat sholatku bisa benar. Kalau sholat sendiri, mungkin sholatku sudah kacau sekali." Sebuah pelajaran penting tentang pentingnya sholat berjama'ah.

Setelah sholat, masih sempat kupikirkan, betapa berat sebenarnya jabatan seorang imam sholat berjama'ah. Paling tidak, dia haruslah seorang yang tidak sedang dalam masalah berat yang sangat mengganggu pikirannya. Lebih bagus lagi jika dia adalah seorang yang tidak mudah diombang-ambingkan pikirannya dengan berbagai persoalan hidup. /span>

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, April 27, 2011

Momen Istimewa

Tiap orangtua memiliki momen istimewa dengan anak-anaknya. Momen istimewa itu bisa muncul saat makan siang atau makan malam dalam satu meja, saat bermain bersama pada hari libur, atau saat mengantar dan menjemput anak ke/dari sekolah.

Saya dan istri sangat bersyukur karena kami telah dikarunia dua orang anak. Nadya, anak pertama kami berusia 5 tahun, sedangkan adiknya,Hilmi, setahun lebih muda. Saat ini, mereka terdaftar sebagai siswa(i) di PAUD Syakura Kids, sebuah sekolah untuk anak usia dini yang berlokasi di Kota Depok, Jawa Barat. Nadya terdaftar sebagai siswi di kelas C, sedangkan Hilmi di kelas A.

Jarak dari kamar kontrakan kami dengan sekolah mereka kira-kira 500 meter. Karena tidak punya kendaraan, saya dan istri secara bergantian mengantar mereka ke sekolah dengan jalan kaki. Begitu pula saat menjemput mereka dari sekolah. Dalam perjalanan menuju dan dari sekolah itulah kami mendapatkan banyak momen berharga. Bagi kami, 10-15 menit bersama mereka ketika mengantar ke sekolah dan menjemput mereka dari sekolah adalah momen-momen yang istimewa. Istimewa karena mereka sering mengejutkan kami dengan ucapan atau pemikiran mereka yang tidak kami sangka-sangka juga karena kami dapat memenuhi keingintahuan mereka akan banyak hal.

Suatu hari ketika berangkat ke sekolah, jalan yang kami lalui agak basah karena malamnya hujan. Nadya bertanya tentang penyebab tanah basah. Setelah mendapat penjelasan bahwa semalam hujan turun, dia lantas bertanya lagi tentang manfaat hujan. Saya pun menjelaskannya panjang-lebar tentang manfaat hujan bagi manusia dan makhluq lainnya. Ia juga menanyakan tentang jamur yang ia lihat banyak tumbuh di tepi jalan. Lagi-lagi saya mencoba menjawab sebisa yang saya mampu.

Pada saat yang lain, dalam perjalanan pulang dari sekolah, Hilmi terjatuh dan kakinya terkilir. Umminya segera membersihkan debu dan pasir di sekitar bagian yang terkilir kemudian menghibur Hilmi dengan mengatakan bahwa saat tiba di kamar nanti akan diberi obat merah. Hilmi yang kurang suka dengan bau obat merah malah berujar,”tidak usah diberi obat merah, nanti Allah yang sembuhkan”. Subhaanallah, Si Ummi merasa terharu dengan ucapan Hilmi tadi.
Waktu 10-15 menit juga cukup efektif untuk memberikan nilai-nilai positif kepada anak-anak. Alhamdulillaah, apa yang kami utarakan biasanya bisa mereka terima dengan baik, seperti ketika memberikan pemahaman bahwa memberi salam itu penting saat hendak masuk ke rumah atau masuk ke ruang kelas di sekolah dan di tempat mengaji.

Momen istimewa lainnya yang kami rasakan adalah saat mereka menceritakan pengalaman-pengalaman yang mereka alami di sekolah. Hal itu mereka ungkapkan juga dalam perjalanan pulang dari sekolah. Kadangkala mereka menceritakan apresiasi dari guru atas prestasi yang mereka buat, kadang pula mereka berkisah tentang perilaku teman mereka yang kurang menyenangkan.

Pada hari yang lain, mereka melaporkan bahwa mereka telah berbagi makanan dengan guru dan temannya di sekolah. Seperti yang mereka harapkan, saya meresponnya dengan memberi jempol sambil mengatakan,”bagus, berarti bertambah lagi pahala Nadya & Hilmi”.
Saya dan istri senantiasa bersyukur kepada Allah karena masih diberi waktu luang untuk bersama dengan anak-anak kami dengan momen-momen berharga yang tentunya sulit untuk dilupakan. Semoga mereka tumbuh menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah, aamin.
*) Dimuat pada "Kolom Ayah" majalah Ummi edisi April 2011

[+/-] Selengkapnya...

Geliat Film Tanah Air

Kita, masyarakat Indonesia baru saja menyaksikan pertunjukan ‘film nasional’ berjudul “Antara angket pajak, koalisi, dan reshuffle kabinet”. Entah akan berlanjut atau tidak, episode kali ini bisa dikatakan telah berakhir damai. Ada penonton yang merasa puas setelah disuguhi tontonan tersebut, namun ada pula yang merasa jengkel dan marah. Uniknya, bukan hanya penonton yang tidak mengetahui skenarionya, para pemainnya pun masih meraba-raba skenario yang sesungguhnya. Dari sudut pandang politik, hingga kini, kita belum tahu pasti siapa sutradara dan pembuat skenario ‘film’ tersebut.

Hampir bersamaan dengan pemutaran ‘film nasional’ tadi, terjadi pula gonjang-ganjing seputar pajak film impor. Pihak Hollywood mengancam akan menghentikan pengiriman film ke Indonesia. Alasannya, ada regulasi baru dari pemerintah Indonesia yang mengenakan pajak lebih tinggi terhadap film impor, sehingga dianggap merugikan pihak importir dan Hollywood. Terkait hal tersebut, Ketua dan Wakil ketua BP2N, Deddy Mizwar dan Rudy S.Sanyoto telah menggelar jumpa pers di Gedung Sapta Pesona, Kementerian Budaya & Pariwisata, Jakarta bahwa tidak ada regulasi baru yang akan mengenakan pajak yang tinggi dan merugikan usaha mereka. Menurut Deddy & Rudy, Surat Edaran Dirjen Pajak No.3 tanggal 10 Januari 2011 hanya menegaskan bahwa pihak importir dan Hollywood harus membayar pajak impor yang benar dan wajar sesuai ketentuan yang berlaku. Selama ini, MPA (Motion Picture Asociation America) dan importir telah mengelabui petugas pajak dan bea cukai, sehingga membayar pajak lebih rendah daripada yang seharusnya mereka bayar.

Akibat ancaman Hollywood, para penikmat film di Indonesia sempat merasa kecewa dan gusar. Maklum, selain film-film impor, yang banyak diputar di bioskop-bioskop tanah air selama ini tergolong film-film kualitas rendah alias murahan. Film-film lokal Indonesia masih didominasi suguhan seputar dada dan paha, tontonan seputar bokong dan pocong.

Kalau kita jeli mengamati dunia perfilman di tanah air, sebenarnya tema film yang disenangi penonton sudah mulai bergeser dari film-film murahan berbau hantu dan nafsu menjadi film-film berkualitas bertema sosial dan pendidikan. Berdasarkan data dari PERFIN, sejak tahun 2008 hingga awal 2011, film-film berkualitas selalu berada pada peringkat teratas dari jumlah penonton dibandingkan dengan film-film murahan. Tahun 2008, film “Laskar Pelangi” berada di urutan teratas dengan 4.606.785 jumlah penonton disusul oleh film “Ayat-ayat Cinta” dengan 3.581.947 penonton, jauh lebih banyak daripada film “Hantu Ambulance” (862.193) dan film “Kutunggu Jandamu” (±700.000).

Pada tahun 2009, masih menurut data PERFIN, film berkualitas kembali mendulang jumlah penonton terbanyak. Peringkat pertama dengan 3.100.906 penonton ditempati oleh film “Ketika Cinta Bertasbih 1” yang diambil dari karya novelis terkenal, Habiburrahman El-Shirazi. Peringkat ke-2 dan ke-3 ditempati film “Ketika Cinta Bertasbih 2” dan film “Sang Pemimpi”. Pada tahun 2010, penonton lagi-lagi menggandrungi film-film sarat motivasi dan nilai-nilai pendidikan. Film tentang tokoh pendiri Muhammadiyah, “Sang Pencerah” mendapat jumlah penonton terbanyak dengan 1.108.600 orang disusul film “Dalam Mihrab Cinta” yang disutradarai oleh penulis novelnya sendiri, Kang Abik, panggilan Habiburrahman El-Shirazi. Film berkualitas lainnya yang juga mendapat tempat di hati penikmat film Indonesia adalah “Emak Mau Naik Haji” dan yang diputar tahun ini, “Rumah Tanpa Jendela”.

Pemerintah Indonesia dan para pegiat film Indonesia seharusnya mencermati fenomena ini. Memang peminat film-film bergenre sex dan horor belum bisa dianggap hilang, namun kecenderungan akibat negatif yang ditimbulkan film-film murahan tersebut serta adanya film-film alternatif yang lebih diminati masyarakat Indonesia sepantasnya mendorong pemerintah mereduksi film-film sex dan horor dan membantu lahirnya film-film berkualitas yang diangkat dari karya penulis-penulis berbakat seperti Habiburrahman, Andrea Hirata, Asma Nadia, dan yang lainnya.

*) Dimuat pada harian Radar Depok edisi 13 Mar 2011

[+/-] Selengkapnya...

Awal Pertarungan 2014

Banyak pihak memandang bahwa hiruk-pikuk yang terjadi belakangan ini di pentas nasional merupakan ajang pemanasan untuk pertarungan pada tahun 2014. Pelakunya bukan hanya dari kalangan politisi yang memiliki kendaraan partai politik, tapi juga tokoh-tokoh yang bernaung di bawah bendera ormas, LSM, atau komunitas lintas agama.

Persiapan menuju perebutan kepemimpinan RI sudah diperlihatkan dengan sangat jelas oleh partai-partai politik yang eksis di senayan. Partai Demokrat yang tidak lagi dapat mengajukan SBY karena adanya batasan masa jabatan presiden 2 periode mulai mempersiapkan jagoan barunya. Yang disebut-sebut memiliki kans kuat adalah Anas Urbaningrum, Pramono Edhi Wibowo, dan Ani Yudhoyono. Nama terakhir bahkan sudah menerbitkan buku “Kepak Sayap Putri Prajurit”nya. Buku tersebut sudah lama beredar di masyarakat.

Tak ingin ketinggalan, Partai Golkar yang pernah berkuasa selama lebih dari 3 dekade juga sudah mengelus calonnya. Siapa lagi kalau bukan Aburizal Bakrie, Sang ketua umum. Spanduk bertuliskan “Aburizal Bakrie for President 2014” ramai menghiasi jalan-jalan utama di beberapa kota besar di Indonesia pada bulan Januari lalu.

PDIP sebagai partai oposisi pun rupanya tidak ingin kecolongan lagi setelah kalah dalam 2 periode berturut-turut. Sejumlah kalangan internal PDIP masih menginginkan Megawati diusung kembali sebagai capres 2014. Apalagi survei “Prospek Capres 2014-2019” yang dilaksanakan oleh Indo Barometer pada bulan Agustus 2010 menempatkan Megawati pada posisi teratas. Namun demikian, beberapa tokoh PDIP mencoba mencari alternatif lain dengan pertimbangan usia mantan Presiden RI tersebut yang sudah lebih dari 60 tahun.

Politik Saling Sandera
Politik saling sandera yang dimainkan oleh Demokrat dan Golkar mengindikasikan adanya persaingan ke arah politik 2014 tersebut. Sebut saja misalnya kasus Gayus yang menyeret-nyeret nama Ical, sapaan Abu Rizal Bakrie, sehingga berpeluang membuka kasus pajak grup Bakrie. Demikian pula kasus Bank Century dan saham perdana (IPO) Krakatau Steel yang membuat SBY dan Demokrat terpuruk di mata publik.

Komitmen Masa Lalu
Sebagian kalangan PDIP yang tidak lagi betah sebagai oposisi mencoba menjalin kedekatan dengan Demokrat sebagai partai pemerintah. Kedekatan PDIP dan Demokrat belakangan ini kembali memanaskan isu reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid 2, sehingga muncul wacana akan dimasukkannya kader PDIP dalam kabinet hasil reshuffle. Sebagian kalangan memandang kedekatan ini sengaja mulai dibangun untuk persiapan paket pasangan Demokrat-PDIP untuk tahun 2014 nanti.

Sayangnya, masa lalu PDIP seakan telah menyandera harapan mereka tersebut. Kemesraan yang mereka jalin dengan Demokrat agar terbuka peluang duet Ani Yudhoyono-Puan Maharani atau paket Ani dengan tokoh PDIP lainnya pada tahun 2014 masih terhalang komitmen mereka dengan Gerindra pada pilpres 2009 lalu. Gerindra mengingatkan mereka akan adanya komitmen sama-sama mendukung Prabowo pada tahun 2014, setelah mereka sama-sama memperjuangkan Megawati pada 2009 lalu.

Tokoh non-parpol
Munculnya kritikan kalangan yang menamakan dirinya “tokoh lintas agama” terhadap pemerintah SBY juga tidak terlepas dari agenda 2014. Terlepas dari konten yang mereka suarakan, orang-orang yang menisbahkan dirinya sebagai tokoh lintas agama tersebut bisa jadi ikut pula memainkan isu untuk popularitas menjelang pertarungan di 2014. Gerakan melawan kebohongan pemerintah mungkin merupakan bagian dari upaya menenggelamkan pamor SBY dan Demokrat yang masih dominan sembari memunculkan diri ke publik.

Kekuatan Tokoh
Masyarakat Indonesia harus lebih banyak membuka mata terhadap nasib bangsa Indonesia pasca Reformasi. Bangsa ini tidak akan bisa melepaskan dirinya dari jerat keterpurukan yang masih menjarah hampir seluruh sendi kehidupan jika terus terpaku dengan pamor tokoh-tokoh yang ramai dibicarakan publik.

Pasca runtuhnya kekuasaan Soeharto dan orde baru, masyarakat Indonesia dibuat silau oleh pamor tokoh-tokoh yang muncul di era reformasi. Padahal kepemimpinan mereka sebenarnya tidak efektif karena tidak ditopang oleh support system (baca: partai politik) yang kuat.
Para tokoh itu begitu dipercaya menjalankan pemerintahan dengan kekuatannya sendiri sementara para pendukungnya sibuk mencari posisi sedekat mungkin dengan tokoh yang sedang berkuasa. Itulah yang terjadi pada Gusdur pada tahun 1999, Megawati pada tahun 2001, dan sekarang dialami oleh SBY.

Akibatnya, saat pamor sang tokoh pudar, maka meredup pula sinar partai pendukungnya. Setelah Gusdur terdepak dari istana, perolehan suara PKB yang sempat mencapai 12% pada pemilu 1999 terus mengalami kemerosotan dan tersisa 4,94% pada pemilu 2009 lalu. Persentase perolehan suara PDIP juga terus turun seiring makin tuanya usia sang figur, Megawati Soekarno Putri. Pada pemilu tahun 1999, PDIP menang dengan 33% suara, namun perolehan suaranya kemudian anjlok hampir separuhnya pada tahun 2004 menjadi 18,6%. Kemerosotan suara PDIP berlanjut pada pemilu 2009 dengan raihan hanya sebesar 14%. Tidak menutup kemungkinan, hal ini akan dialami pula oleh partai Demokrat. Saat SBY tidak lagi menjabat, tidak ada jaminan partai tersebut masih akan mendapat dukungan suara dari rakyat pada tahun-tahun mendatang.

Kekuatan Sistem
Bertahan lamanya kepemimpinan Soeharto selain karena belum adanya batasan masa jabatan presiden juga karena Soeharto segera membangun support system yang cukup kokoh saat ia berkuasa. Maka pada masa pemerintahannya, rencana pembangunan yang disusun dalam bentuk Repelita bisa direalisasikan dengan baik. Sayangnya, Soeharto tidak memberantas kutu-kutu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) pada support system yang ia bangun. Malah dibiarkan berkembang dan beranak-pinak.
Untuk membawa Indonesia keluar dari keterpurukan, kita harus mendukung support system yang tangguh dan tidak hanya mengandalkan figur tokoh semata. Tapi support system yang tangguh saja tidak cukup. Ia juga harus bersih dari virus KKN dan ambisi pribadi. Maka mari kita lihat organisasi mana yang sampai hari ini masih bersih dan memberi manfaat yang besar terhadap masyarakat dan relatif berhasil dengan kaderisasinya. Mereka itulah yang bisa kita harapkan dapat membawa bangsa Indonesia keluar dari keterpurukan menuju masa kejayaannya.

*) Dimuat pada harian Radar Depok edisi 23 Feb 2011

[+/-] Selengkapnya...

Akankah Pelantikan Walikota Terpilih Tertunda?

Jadwal pelantikan walikota dan wakil walikota terpilih kota Depok periode 2011-2016 sisa beberapa hari lagi, namun hiruk-pikuk pertarungan dari peserta pesta demokrasi lima-tahunan itu belum juga reda. Sebenarnya hal itu bisa dimaklumi karena kita masih terus belajar memaknai demokrasi. Selain itu, para pelaku dalam pesta demokrasi itu juga tentu ingin memperlihatkan bahwa sebagai petarung, mereka sanggup ‘bermain’ hingga saat-saat terakhir dari pertarungan.

Warga Depok sudah mengikuti seluruh proses Pemilukada Depok periode ini. Penyelenggaraan pemilukada telah melewati semua tahapan, mulai dari pendaftaran bakal calon hingga penetapan hasil pemungutan suara. KPUD kota Depok sebagai penyelenggara telah menetapkan pasangan walikota dan wakil walikota terpilih periode 2011-2016.

Proses pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai wadah untuk menyalurkan keberatan secara hukum juga sudah dilakukan oleh pihak yang kalah dan MK telah mengeluarkan keputusannya. Keputusan MK rupanya memperkuat keputusan KPUD Depok tentang hasil penetapan pasangan terpilih. Sejatinya, tahapan pemilukada telah selesai sampai di sini dan hanya menyisakan proses pelantikannya saja. Namun, beberapa pihak menganggap kurang elok kalau menunggu seremoni pelantikan tanpa ‘acara tambahan’. Maka dibuatlah acara tambahan itu.

Salah satu pasangan calon yang kalah kemudian melanjutkan proses gugatan administratif yang pernah diajukan ke PTUN Bandung beberapa bulan lalu. PTUN Bandung kemudian melahirkan keputusan yang membuat beberapa anggota DPRD kota Depok tidak dapat menyepakati pelantikan walikota dan wakil walikota Depok terpilih sesuai jadwal semula, yaitu tanggal 26 Januari 2011. Pimpinan DPRD kota Depok merasa perlu untuk berkonsultasi kepada mendagri untuk meminta petunjuk tentang adanya keputusan dua lembaga konstitusi yang dianggap bertentangan satu sama lain.

Mendagri kemudian menjawab keraguan itu dengan mengeluarkan surat keputusan tentang keharusan DPRD kota Depok melaksanakan proses pelantikan sesuai jadwal mengan mengacu pada putusan MK. Surat dari mendagri tersebut rupanya belum cukup menghilangkan keraguan para anggota legislatif Depok, sehingga masih terbagi dua kelompok, yaitu kelompok yang menyetujui dilanjutkannya proses pelantikan dan kelompok yang ingin menunda/membatalkan pelantikan pasangan terpilih.

Sebagian besar warga Depok tidak terlalu menghiraukan polemik di antara wakil-wakil mereka di dewan. Merekapun sudah bisa menebak kesudahan dari proses demokrasi ini, yaitu pasangan Nur Berkhidmad tetap akan dilantik pada tanggal 26 Januari 2011 nanti. Dengan pemahaman sederhana, mereka meyakini bahwa dengan adanya kesatuan pandangan antara KPUD Depok, MK, dan Mendagri dalam masalah ini, maka sudah sepatutnya DPRD Depok meneruskan agenda yang tersisa, yaitu pelantikan. Adapun proses banding yang diajukan KPUD Depok ke PTTUN atas keputusan PTUN Bandung tidak perlu ditunggu karena sekedar untuk mengembalikan kehormatan lembaga penyelenggara pemilukada tersebut bahwa keputusan mereka tentang penetapan calon dan nomor urut sesuai SK No.18 sudah tepat. Sedangkan putusan PTUN Bandung itu sendiri sama sekali bukan penghalang diteruskannya proses pelantikan karena PTUN tidak menganulir SK KPUD Depok No.17 yang menyangkut pengesahan bakal calon menjadi pasangan calon.

*) Dimuat di harian Radar Depok edisi 20 Jan 2011

[+/-] Selengkapnya...