Saturday, January 7, 2012

Hiburan Berupa Nasehat

Tiga hari yang lalu, saat pulang ke rumah sekitar pukul 3 sore, saya heran melihat pintu belakang rumah dalam keadaan terbuka padahal rumah dalam keadaan kosong. Saya yang hari itu berangkat ke kantor lebih dulu mengira bahwa istri saya lupa menutup pintu ketika berangkat ke tempatnya mengajar karena buru-buru. Rupanya, setelah saya menanyakan hal tersebut, dia merasa sudah menutupnya dengan baik. Setelah memeriksa rumah, ternyata ada bekas sendal di tembok belakang dan tembok samping depan dekat pintu pagar. Kami menyimpulkan, ada orang yang masuk saat rumah kosong. Alhamdulillaah, tidak ada barang yang hilang.

Karena peristiwa itu, saya tiba-tiba teringat peristiwa serupa sekitar 5 tahun lalu. Saat itu, pencuri berhasil membawa kabur sebuah laptop, 2 buah handphone, dan sebuah harddisk external yang kami simpan di ruang tamu. Perkiraan kami, waktu itu pencuri masuk sekitar pukul setengah 4 dini hari. Ketika istri saya bangun pukul setengah 3 untuk membuat susu buat anak kami, pintu belakang masih terkunci. Saat saya bangun pukul setengah 5, pintu belakang dalam keadaan terbuka dan jendela di sampingnya telah dirusak pencuri.

Keluarga, tetangga, dan teman-teman di kampus yang mengetahui berita ini waktu itu berempati dan menghibur dengan caranya masing-masing. “Mudah-mudahan dapat ganti yang lebih baik”, kata kakak saya. “Akhir-akhir ini memang banyak pencurian di daerah BTP sini”, kata seorang polisi ketika saya melaporkan hal tersebut. Dan banyak lagi kalimat penawar rasa kehilangan dari kerabat dan teman.

Jika kebanyakan orang yang mengetahui musibah yang menimpa kami berupaya menghibur, seorang teman malah memberi nasehat seperti ini: “Di samping bersabar, kita juga perlu instrospeksi diri. Jam-jam seperti itu (saat pencuri beraksi di rumah kami) seharusnya kita sudah bangun untuk sholat lail/tahajjud, tapi kebanyakan kita masih tertidur.” Saya merasa kurang nyaman waktu itu karena ‘dihibur’ dengan cara yang seakan-akan tidak mengerti perasaan kami yang sedang kena musibah.

Setahun setelah peristiwa kecurian itu, saya dan keluarga pindah tinggal sementara ke Depok karena lanjut studi. Di sana, saya mulai bisa menguatkan diri bangun tengah malam untuk sholat lail dan tidak tidur lagi hingga subuh hari. Saat itu, saya baru menyadari bahwa nasehat yang diberikan oleh teman ketika rumah kami didatangi pencuri adalah nasehat yang sangat berharga. Teman saya itu adalah Pak Edi Sudiro. Semoga beliau dan keluarganya senantiasa dalam limpahan kasing sayang Allah, aamiin..

[+/-] Selengkapnya...