Wednesday, September 28, 2011

Persaudaraan Di Atas Gerobak

Usianya hampir 50 tahun. Rambutnya sudah memutih. Gerobak berisi sebuah dipan itu didorongnya bersama seorang tetangga yang bertugas menarik gerobak dari depan. Entah sudah berapa kali mereka istirahat dan menyapu keringat. Jalan yang mereka lewati tidak selalu mulus dan datar, tapi beberapa kali menanjak dan menurun. Ini jelas butuh energi yang besar dan kesigapan agar gerobak tidak terjungkal.

Ini bukan pekerjaan ringan. Gerobak yang didorong berisi sebuah dipan yang cukup berat. Jalan yang dilalui tidak selalu rata, tapi kadang menanjak dan menurun dengan sudut kemiringan hampir 45 derajat. Jaraknya pun cukup jauh, sekitar 2 km. Untuk apa dia melakukan itu? Untuk kepentingan saya beserta istri dan anak-anak yang waktu itu sedang mengontrak sebuah kamar di daerah Pondokcina, Depok. Orang itu beserta istrinya tidak basa-basi dalam ber-ukhuwah. Mereka adalah P’Sukandar dan B’Fitri.

Cerita ini bermula ketika istri saya mengungkapkan masalah kami kepada teman-temannya dalam sebuah acara pengajian rutin di Depok. Masalah kami waktu itu adalah anak-anak kami yang sering batuk dan mengalami beberapa gejala flu lainnya karena kami hanya tidur di atas lantai kamar kontrakan beralaskan tikar dan beberapa kasur. Mungkin karena kasurnya tidak cukup tebal untuk menahan hawa dingin dari lantai. Kadangkala hidung mereka tersumbat begitu bangun dari tidur pada pagi harinya. Salah seorang yang menyimak cerita istri saya tentang masalah ini dalam forum pengajian itu adalah B’Fitri, istri P’Sukandar.

Kepekaan B’Fitri terhadap masalah kami begitu tinggi. B’Fitri dan P’Sukandar yang sudah menganggap kami sebagai saudara langsung mencari solusi. Kebetulan salah satu kamar kost yang mereka persewakan belum berpenghuni (sedang kosong). Dipan dan kasurnya tidak terpakai. Maka muncullah inisiatif mereka untuk meminjamkan barang-barang tersebut pada kami.

Yang mereka lakukan bukan hanya meminjamkan kasur dan dipan, namun juga mengantarkannya ke kamar kontrakan kami dengan segala kesulitannya. P’Sukandarlah yang langsung mengantarkannya dengan menggunakan jasa pengangkutan gerobak milik tetangganya. Karena pemilik gerobak tidak kuat membawanya sendiri dan tidak punya teman untuk membantunya, maka P’Sukandar yang membantunya, dengan mendorong gerobak dari belakang. Cucuran keringat dan wajah letih nampak di wajah P’Sukandar setibanya ditempat kami. Ia sengaja tidak memberitahu kami perihal rencana mendorong gerobak itu sebelumnya.

P’Sukandar dan B’Fitri adalah dua dari sedikit orang di dunia ini yang mewujudkan rasa persaudaraan bukan melalui teori, tapi dengan praktik nyata. Semoga Allah senantiasa memberkahi keluarga mereka dan menghadiahkan “kasur” terbaik nanti di jannah-Nya, aamiin.

No comments:

Post a Comment