Monday, June 21, 2010

Keunikan Warung di Depok

Ada yang agak unik dari paket jualan pedagang kebutuhan dapur di Depok, tempat saya tinggal saat ini. Ukuran minimal pembelian untuk suatu jenis barang lebih rendah daripada pedagang yang sama yang biasa saya temukan di Makassar. Kita bisa membeli sayur 1 ikat saja, biasanya seharga Rp 500,-; bisa juga membeli sepotong kecil kelapa seharga Rp 500,-; wortel dan kentang beberapa biji masing-masing seharga Rp 500,- atau Rp 1.000,-

Sebenarnya harga barang kebutuhan dapur di Makassar relatif sama dengan harga di Depok, namun di Makassar, pembelian minimal lebih besar. Kalau mau beli kelapa, minimal setengah biji. Isi sekantung paket sayur dan bumbu yang dijual juga lebih banyak, sehingga harganya minimal Rp 2.000,-. Padahal kebutuhan kita mungkin tidak sebanyak isi kantung itu. Kebutuhan kita akan kelapa untuk membuat santan juga tidak sampai setengah biji, sehingga sisanya harus disimpan untuk digunakan pada hari-hari selanjutnya. Jadi, tidak segar lagi.

***
Keunikan lain nampak di warung nasi bu RT. Warung tersebut selalu lebih cepat tutup dibandingkan warung-warung nasi lainnya di Kober. Ya, cepat tutup karena makanan yang dijual cepat habis. Ketika ditanya mengenai hal tersebut, bu RT mengatakan bahwa ia memang menjual dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.

Hal itu sengaja dilakukannya karena ia tidak ingin ada makanan yang tersisa. Agar makanan yang tersisa tidak terbuang dan menyebabkan kerugian, biasanya pemilik warung menghangatkannya untuk kemudian dijual lagi esok paginya. Inilah yang tidak ingin dilakukan oleh bu RT, menghangatkan makanan sisa kemarin untuk dijual hari ini.

[+/-] Selengkapnya...

Makassar itu Maknanya Kasar?

Dalam sebuah forum diskusi di Depok, saya mengajukan pertanyaan pada salah seorang pemateri. Sebelum bertanya, saya memperkenalkan nama dan menyebut asal saya, Makassar. Saat menjawab pertanyaan saya, pemateri tersebut tidak langsung merespon pertanyaan. Ia malah memulai dengan memperkenalkan kota Makassar kepada para hadirin. “Makassar ini adalah kota paling damai. Saking damainya, hampir tiap hari ada kerusuhan”, sindirnya yang disambut gelak tawa hadirin.

***
Jum’at siang lalu, saya berjalan beriringan dengan seorang tetangga menuju sebuah masjid di Depok untuk menunaikan sholat Jum’at. Dalam perjalanan, kami berbincang ringan. Rupanya tetangga saya itu baru tahu kalau saya berasal dari Makassar. Entah dari mana sumber beritanya, selama ini dia mengira saya dari Bogor. “Saya kira Bapak orang Bogor, ternyata Makassar, ya. Makassar tempat tari ca’doleng-doleng itu kan?” tanyanya mengkonfirmasi.
***
Nama Makassar di kalangan masyarakat luar Sulsel memang sangat jelek akhir-akhir ini, terutama jika dikaitkan dengan masalah keamanan dan ketertiban. Apalagi media massa, terutama elektronik, sangat intens meliput berbagai berita kerusuhan, baik kerusuhan yang bersumber dari adanya penggusuran rumah warga, perkelahian antar kelompok warga, maupun kerusuhan akibat tawuran mahasiswa. Yang terakhir ini yang paling banyak disoroti. Bahkan rektor UI pernah menghimbau kalangan akademisi di Makassar untuk mengkaji secara serius penyebab tawuran mahasiswa yang sering terjadi tersebut.

Saking buruknya citra Makassar bagi kalangan luar sampai-sampai terkesan bahwa semua orang Makassar itu kasar. Jika ada orang Makassar yang tidak berperangai kasar, mereka menganggap orang itu tidak cocok jadi orang Makassar. “Saya kira Bapak bukan orang Makassar. Bapak cocoknya jadi orang Solo”, kata seorang kawan pada saya suatu waktu. Ketika saya tanya alasannya, dia mengatakan bahwa saya tidak nampak ‘garang’ dalam diskusi dan cenderung banyak diam.

[+/-] Selengkapnya...

Wednesday, June 16, 2010

ANTARA AMALAN HARIAN DAN KONDISI DIRI KITA

Selama menjalani proses tarbiyah kurang lebih 15 tahun, saya dibina untuk senantiasa meningkatkan optimalisasi akal, menguatkan jasmani, dan mengasah ruhiyah. Proses pembelajaran atau tarbiyah itu dipantau melalui mekanisme evaluasi amalan-amalan keseharian yang disebut amalan yaumiah. Dari proses evaluasi itu, dapat diketahui sejauh mana peningkatan pada aspek akal, jasmani, dan ruhiyah saya.

Bermaksud ingin menertibkan pencatatan, sejak tahun 2007, evaluasi yaumiah itu saya rekam dalam bentuk file dan saya catat secara berkala. Saya selalu mengupayakan agar dapat mencatat setiap hari, namun jika tidak sempat kadang-kadang dua atau tiga hari sekaligus baru dapat dicatat. Dari rekaman file itu, saya dapat mengamati saat-saat dimana saya mengalami peningkatan atau penurunan ruhiyah. Demikian pula masa terjadinya penurunan atau peningkatan kapasitas jasmani dan akal saya.

Suatu hari, saya mendengarkan tausiah dari seorang ustadz yang mengatakan bahwa ada korelasi antara kualitas dan kuantitas amalan-amalan yaumiah kita dengan kondisi diri kita, misalnya kestabilan emosi. Menurut beliau, jika kuantitas dan kualitas yaumiah kita baik, maka kita cenderung berada dalam kondisi diri yang baik pula. Demikian pula sebaliknya.

Penasaran dengan tausiah ustadz tersebut, saya mencoba melengkapi catatan yaumiah saya dengan tambahan keterangan berupa hal-hal positif dan negatif yang terjadi pada diri saya atau keluarga saya setiap pekannya. Ternyata perkataan ustadz tadi benar adanya. Hal-hal negatif yang saya alami, seperti dipermalukan oleh orang lain di depan umum, marahan dengan istri, atau penyelesaian tugas yang tidak lancar terjadi saat kuantitas amalan yaumiah saya rendah (tidak memenuhi standard). Saya telah membuktikannya sendiri.

[+/-] Selengkapnya...

Thursday, June 3, 2010

Kecekatan dan Kejelian

Rizki namanya. Pada dasarnya, ia tidak berbeda dengan kebanyakan mahasiswa S2 yang kuliah di UI. Ia rajin mengikuti perkuliahan, tekun mengerjakan tugas yang banyak, senang bekerja berkelompok, sering begadang karena mengerjakan tugas atau ketika menghadapi ujian, dan sesekali menyalin jawaban tugas dari teman yang lain. Kamar kost ukuran (3 x 2,5) m yang ditempatinya terbilang sederhana. Fasilitasnya hanya sebuah lemari pakaian, meja, kursi, dan tempat tidur kapasitas 1 orang. Tidak ada kamar mandi di dalam kamarnya, hanya ada beberapa kamar mandi di luar kamar yang digunakan bersama dengan para penghuni tempat kost yang berada di daerah Kukusan, Depok tersebut.

Sejak pertama kali melihat penampilannya, saya sudah yakin kalau ia orang yang cerdas. Kacamata yang melekat di wajahnya dan caranya berbicara meyakinkan saya bahwa ia orang yang berprestasi dan kembali akan berprestasi dalam masa studi S2-nya. Di sisi lain, ia tidak jaim, mudah bergaul, sering bergurau, dan kadang-kadang usil.

Semester pertama pada masa studi S2 di kekhususan Teknik Kontrol Industri departemen Teknik Elektro UI dilaluinya dengan berhasil meraih IP tertinggi, yaitu 3,7 (skala 0-4). Yang paling menonjol dari aspek ikhtiar teman yang satu ini adalah kecekatan, kejelian, serta kebiasaannya bersegera. Kadangkala ia memikirkan sesuatu yang tidak terpikirkan oleh yang lain. Ini terbukti saat ujian akhir semester (UAS) I. Ia nampak optimal dalam ikhtiar. Selain mempersiapkan diri dengan materi kuliah yang sudah diberikan, ia juga memperkirakan soal yang akan diujikan. Salah satu upaya untuk memperkirakan materi soal ujian S2 adalah dengan melihat soal ujian dari matakuliah serumpun pada jenjang S1.

Suatu hari, dalam masa ujian akhir semester I, beberapa orang teman (termasuk Rizki) sedang berkumpul di sebuah gazebo. Mereka sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian hari itu sambil memikirkan cara untuk mendapatkan soal ujian matakuliah S1 yang serumpun dengan matakuliah ujian esok harinya. Dari informasi yang diperoleh, UAS matakuliah S1 tersebut ternyata sudah terlaksana. Untuk mendapatkan soal UAS tersebut cukup sulit, terutama karena tak ada yang mengenal seorang pun mahasiswa S1 yang ikut ujian matakuliah tersebut.

Tiba-tiba Rizki punya ide. Dia mengajak seorang teman yang lain menuju ke sebuah tempat sampah dekat ruang ujian matakuliah S1 tersebut. Rizki mempertimbangkan kemungkinan adanya soal yang ditinggalkan oleh peserta ujian di kelas setelah ujian berakhir, kemudian soal tersebut dibuang ke tempat sampah oleh petugas kebersihan ruangan. Ternyata benar, Rizki menemukan soal tersebut. Lebih mengejutkan lagi, soal ujian keesokan harinya serupa benar dengan soal yang ditemukan Rizki hari itu. Itulah hasil dari perpaduan antara kecekatanan dan kejelian seorang Rizki. Semoga sukses selalu menyertainya.

[+/-] Selengkapnya...