Tuesday, September 21, 2010

Mudik Lebaran dan Mudik 'Idul Fitri

Alangkah gembiranya orang-orang yang merayakan kemenangannya pada hari raya ‘Idul Fitri. Kegembiraan yang tercipta manakala mereka berhasil menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan dengan mengoptimalkan berbagai bentuk ibadah lain yang menyertainya, seperti tilawah Al-qur’an, dzikrullah, sholat tarawih, sholat tahajjud, membayar zakat, berinfaq, dan bentuk-bentuk ibadah lainnya.

Kegembiraan mereka menjadi lengkap dengan berkumpulnya mereka bersama keluarga saat merayakan hari kemenangan, hari yang fitri. Bagi mereka yang tinggal jauh dari keluarganya akan mengupayakan agar bisa kembali/mudik untuk mempererat tali silaturrahim dengan keluarganya. Maka, perjalanan mudik yang sarat dengan keletihan dan kadangkala dibumbui dengan penderitaan menjadi hilang ketika tiba waktunya berkumpul bersama keluarga dalam suasana lebaran. Betapa senangnya orang-orang yang jauh dari keluarganya, kemudian memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mudik menjumpai keluarga mereka.

Istilah ‘mudik’ juga berarti pulang atau kembali. Contohnya, kembali ke tempat asal setelah bepergian ke tempat lain dalam jangka waktu tertentu. Ada dua jenis ‘mudik’ yang dilakukan orang setelah berlalunya bulan Ramadhan, yaitu mudiknya orang-orang yang berlebaran dan mudiknya orang-orang yang ber’Idul Fitri.

Kebanyakan orang betul-betul senang dengan berlalunya bulan suci Ramadhan. Bagi mereka, datangnya hari raya ‘Idul Fitri menandakan berakhirnya puasa mereka, ibadah yang mereka anggap sebagai beban dan penghalang aktivitas mereka. Berakhirnya puasa Ramadhan sekaligus berakhirnya ibadah-ibadah lain yang biasanya dilakukan pada bulan Ramadhan.

Banyak orang yang bersemangat membaca Al-qur’an pada bulan Ramadhan padahal mereka jarang menyentuh Al-qur’an sebelum Ramadhan. Banyak orang bersemangat ke masjid pada bulan Ramadhan untuk menunaikan sholat tarawih, bahkan lebih sering sholat wajib di masjid dibandingkan dengan sholat wajib yang ditunaikannya sebelum Ramadhan datang.

Sayangnya, semangat mereka itu tidak terpelihara. Setelah Ramadhan pergi, mereka pun kembali pada kebiasaan lama. Mereka ‘mudik’ dari rajin membaca Al-qur’an menjadi jarang (lagi) menyentuh Al-qur’an. Mereka ‘mudik’ dari pribadi yang rajin sholat berjama’ah di masjid menjadi orang yang cukup ‘puas’ dengan sholat di rumah. Memang mereka turut merayakan hari raya ‘Idul Fitri dan memperbanyak silaturrahim dengan keluarga, kerabat, dan tetangga. Bahkan mereka mengunjungi keluarga yang harus ditempuh dengan perjalanan berjam-jam lamanya. Mudik yang mereka lakukan bisa kita sebut sebagai mudiknya orang-orang yang berlebaran.

Ada pula orang yang melakukan perjalanan mudik/kembali ke kampung halamannya untuk mempererat tali silaturrahim, namun ibadah yang dilakukannya pada bulan Ramadhan mampu mereka pelihara setelah Ramadhan berlalu. Mereka adalah orang-orang yang kembali menjadi suci/fitrah sebagaimana bayi yang baru lahir. Jika pada bulan Ramadhan mereka mampu menamatkan membaca Al-qur’an, maka setelah Ramadhan mereka masih bisa melakukannya. Jika pada bulan Ramadhan mereka rajin sholat tarawih, maka ketika Ramadhan berlalu mereka tetap terjaga untuk sholat tahajjud atau sholat lail. Ramadhan bagi orang-orang seperti itu adalah momen untuk mengangkat derajat mereka di sisi Allah lebih tinggi dari sebelumnya. Mudik mereka kita sebut sebagai mudiknya orang-orang yang ber’Idul Fitri.

Ramadhan telah meninggalkan kita lebih dari sepuluh hari. Kalau selama sepuluh hari lebih itu kita terlanjur terlena dengan ‘kegembiraan’ yang kebablasan dengan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan baik kita saat bersama Ramadhan yang lalu, maka kita masih punya kesempatan untuk mudik/kembali pada kondisi kita saat bersama bulan Ramadhan sebelum jatuh lebih dalam pada jerat kebiasaan sebelum Ramadhan tiba. Semoga kita tergolong orang-orang yang ber’Idul Fitri dan bukan sekedar berlebaran. Semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh predikat taqwa, amin.

No comments:

Post a Comment