Saturday, September 11, 2010

Keberadaan PRT di Rumah Kita, Sebuah Dilema

Bagi banyak orang, kebutuhan akan hadirnya PRT (pembantu rumah tangga) tidak dapat ditawar-tawar lagi. Harus ada. Ini terutama dirasakan oleh keluarga yang punya aktivitas sangat padat, sehingga urusan pekerjaan rumah tangga harus diserahkan kepada orang lain yang mengkhususkan waktunya untuk itu. Atau mungkin dirasakan oleh keluarga yang memiliki kedudukan khusus di dalam masyarakat, seperti pejabat atau pengusaha, sehingga kehadiran PRT dalam keluarganya dianggap sebagai bagian dari life-style.

Sayangnya, keberadaan PRT kini banyak mendapat sorotan publik. Tidak sedikit pejabat publik yang terjerat skandal seks karena hubungan backstreet dengan PRT di rumahnya. Kasus teranyar menimpa seorang anggota legislatif Jombang yang digugat cerai istrinya karena ketahuan selingkuh dengan PRTnya.

Keberadaan PRT sering menjadi masalah yang dilematis bagi pihak perempuan (baca: istri). Tidak punya PRT, repot. Semua pekerjaan rumah harus dikerjakan sendiri. Syukur-syukur kalau suami dan anak-anak mau bantu. Punya PRT, malah bisa jadi bencana bagi keharmonisan rumah tangganya. Maka, keberadaan PRT dalam sebuah rumah tangga harus terus dicarikan solusinya.

Seorang kawan di Makassar kelihatan cukup repot dengan urusan PRT di rumahnya. Apalagi istrinya juga sering keluar rumah. Kalau mau pulang ke rumah, ia mengecek dulu, istrinya ada atau tidak di rumah. Kalau tidak ada, maka ia segera menjemput istrinya dan membawanya pulang, sesibuk apapun istrinya saat itu. Bukan apa-apa. PRT di rumahnya adalah seorang janda muda yang berparas cantik.

Sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah keberadaan PRT di rumah kita. Salah satu diantaranya seperti yang dilakukan oleh Bu Nia, teman istri saya di Depok. Mulanya, ia hanya punya seorang PRT, tapi karena suaminya sering berada di rumah, ia jadi was-was juga. Maka ia mencari seorang PRT lagi, sehingga genap menjadi dua orang dengan tugas yang berbeda. Biayanya jadi lebih besar memang, tapi rasa was-wasnya hilang meskipun di rumahnya ada 2 orang PRT yang cantik dan masih gadis.

Bunda Alea, teman istri saya yang lain punya solusi yang lain lagi. Agar tidak mengundang kekhawatiran, ia memilih seorang PRT yang sudah agak lanjut usia. “Kadang-kadang saya berfikir, yang jadi pembantu dia atau saya?”, ujarnya ketika menceritakan perihal PRT di rumahnya. “Soalnya saya sering membantu pekerjaannya agar bisa selesai. Dia sudah tua. Jadi gampang capek. Tapi, saya lebih enjoy dengan kondisi seperti itu daripada punya pembantu gadis muda”, katanya lagi.

Depok, 11 Sept 2010

No comments:

Post a Comment