Saturday, October 23, 2010

Hidupkan Desa, Kurangi Urbanisasi

Salah satu pemicu masalah di perkotaan adalah adanya arus urbanisasi, yaitu migrasi penduduk dari desa ke kota. Kota menjadi semakin padat. Jumlah kendaraan meningkat. Macet terjadi dimana-mana. Polusi udara meningkat sampai pada tingkat yang membahayakan kesehatan. Muncul gubuk-gubuk liar hingga ke tempat-tempat yang tidak semestinya, seperti di tepi jalur KRL (kereta listrik), kolong jembatan, dan daerah-daerah bantaran sungai.

Para pelaku urbanisasi yang bernasib buruk akhirnya memunculkan masalah lain. Tidak sedikit dari mereka yang menjadi tunawisma dan tunakarya yang memancing terjadinya berbagai tindak kejahatan di kota. Sebagian lagi terpaksa mengorbankan kehormatannya dengan menjadi tunasusila.

Keinginan orang-orang desa bermigrasi ke kota dipicu oleh berkurangnya daya tarik desa dibandingkan dengan daya tarik perkotaan. Dalam pandangan mereka, kota lebih menjanjikan, terutama sebagai sumber mata pencaharian dibandingkan dengan desa. Meskipun harus dimulai dengan bersusah-payah, mereka tidak segan-segan mengadu nasib di kota karena desa tempat mereka bermukim tidak memberi harapan yang besar. Toh, bagi mereka banyak cerita sukses orang-orang yang awalnya terlunta-lunta kemudian dapat berubah nasibnya setelah sekian lama ‘bersabar’ mengadu nasib di kota. Cerita-cerita memilukan dari orang-orang yang kurang beruntung tidak lagi mereka hiraukan.

Sangat sulit bagi pemerintah kota untuk mencegah arus urbanisasi hanya dengan himbauan dan program penertiban semata. Selama daya tarik kota tetap lebih besar daripada desa, arus urbanisasi akan tetap terjadi. Perlu adanya sinergi antara pemerintah kota dan desa untuk mencegah arus urbanisasi melalui pemberdayaan masyarakat pedesaan. Sinergi itu harus dipadu dengan upaya pemerintah pusat untuk memperbesar alokasi pembangunan ke daerah-daerah pedesaan. Jika program-program pemberdayaan masyarakat pedesaan sukses, maka akan meningkatkan taraf hidup masyarakat tersebut, sekaligus akan membuat betah mereka untuk terus menetap di pedesaan.

Banyak cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat pedesaan. Program utama yang mesti dicanangkan adalah mendirikan sekolah-sekolah unggulan di daerah-daerah pedesaan, terutama sekolah kejuruan. Dengan mencanangkan program 1 SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) untuk 1 kecamatan, tiap desa punya sarana untuk mencetak sumber daya manusia yang siap pakai. SMK yang dibentuk di tiap kecamatan tentunya disesuaikan dengan potensi kecamatan tersebut. Di daerah yang besar potensi pertanian dan perkebunannya dapat dibangun SMK Pertanian/Perkebunan. Di daerah kecamatan yang memiliki potensi kekayaan laut dapat didirikan SMK Kelautan/Perikanan. Demikian pula untuk daerah yang punya cukup potensi untuk pengembangan sumber-sumber tenaga listrik terbarukan dapat dibangun SMK Teknologi. Untuk mendukung program ini, tentu diperlukan kajian mendalam tentang bisa/tidaknya didirikan SMK yang sederajat SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). Artinya, lulusan SD (Sekolah Dasar) sudah dapat diarahkan untuk masuk ke jenjang SMK-SMK tersebut agar nantinya dapat menjadi tenaga-tenaga siap pakai untuk desanya masing-masing. Selain itu, pemerintah dapat mengalokasikan dana beasiswa pendidikan untuk lulusan SMA yang punya potensi untuk menjadi guru atau tenaga medis dan bersedia mengabdi di daerah-daerah kecamatan yang memiliki daerah terpencil yang sulit dijangkau (misalnya, berupa pulau kecil).

Faktor pendukung utama dari program percepatan pembangunan di pedesaan adalah tersedianya aliran listrik dan saluran telekomunikasi di desa-desa. Kita patut mengacungkan jempol bagi CEO PLN yang baru (Dahlan Iskan) beserta jajarannya yang sangat gencar mengupayakan ketersedaiaan listrik hingga ke desa-desa. Pun kita tentu sangat memuji program kementerian komunikasi dan informasi yang telah mengembangkan program Palapa Ring untuk 25.000 desa berdering dan 100 desa internet seluruh Indonesia.

No comments:

Post a Comment