Monday, June 21, 2010

Makassar itu Maknanya Kasar?

Dalam sebuah forum diskusi di Depok, saya mengajukan pertanyaan pada salah seorang pemateri. Sebelum bertanya, saya memperkenalkan nama dan menyebut asal saya, Makassar. Saat menjawab pertanyaan saya, pemateri tersebut tidak langsung merespon pertanyaan. Ia malah memulai dengan memperkenalkan kota Makassar kepada para hadirin. “Makassar ini adalah kota paling damai. Saking damainya, hampir tiap hari ada kerusuhan”, sindirnya yang disambut gelak tawa hadirin.

***
Jum’at siang lalu, saya berjalan beriringan dengan seorang tetangga menuju sebuah masjid di Depok untuk menunaikan sholat Jum’at. Dalam perjalanan, kami berbincang ringan. Rupanya tetangga saya itu baru tahu kalau saya berasal dari Makassar. Entah dari mana sumber beritanya, selama ini dia mengira saya dari Bogor. “Saya kira Bapak orang Bogor, ternyata Makassar, ya. Makassar tempat tari ca’doleng-doleng itu kan?” tanyanya mengkonfirmasi.
***
Nama Makassar di kalangan masyarakat luar Sulsel memang sangat jelek akhir-akhir ini, terutama jika dikaitkan dengan masalah keamanan dan ketertiban. Apalagi media massa, terutama elektronik, sangat intens meliput berbagai berita kerusuhan, baik kerusuhan yang bersumber dari adanya penggusuran rumah warga, perkelahian antar kelompok warga, maupun kerusuhan akibat tawuran mahasiswa. Yang terakhir ini yang paling banyak disoroti. Bahkan rektor UI pernah menghimbau kalangan akademisi di Makassar untuk mengkaji secara serius penyebab tawuran mahasiswa yang sering terjadi tersebut.

Saking buruknya citra Makassar bagi kalangan luar sampai-sampai terkesan bahwa semua orang Makassar itu kasar. Jika ada orang Makassar yang tidak berperangai kasar, mereka menganggap orang itu tidak cocok jadi orang Makassar. “Saya kira Bapak bukan orang Makassar. Bapak cocoknya jadi orang Solo”, kata seorang kawan pada saya suatu waktu. Ketika saya tanya alasannya, dia mengatakan bahwa saya tidak nampak ‘garang’ dalam diskusi dan cenderung banyak diam.

No comments:

Post a Comment