Wednesday, January 13, 2010

The 4th Symposium International

Palestina kembali dibahas. Simposium Internasional ke-4 (4th International Symposium) “from Jakarta to Gaza Strip” yang diselenggarakan bersama oleh Salam UI, KNRP (Komite Nasional untuk Rakyat Palestina), dan FSLDK (Forum Silaturrahim Lembaga Da’wah Kampus) mengambil tema “education as one step for doing Gaza Reconstruction”. Kegiatan yang digelar selama 2 hari ini berlangsung pada tanggal 9 – 10 Januari 2010 di Auditorium Fakultas Ekonomi UI.

Pembahasan pada hari pertama difokuskan pada “Peluang Indonesia Membuka Akses Pendidikan bagi Rakyat Palestina di Indonesia”, sedangkan pada hari kedua dibicarakan masalah “Kontribusi Negara-negara Islam dalam Rekonstruksi Gaza”. Sebagai peserta, saya merasa kecewa atas ketidakhadiran beberapa pembicara yang diharapkan dapat menyampaikan secara langsung masalah Palestina. Mereka antara lain mahasiswa Palestina, Dubes Palestina/Arab Saudi/Turki untuk Indonesia, dan Dubes Mesir untuk Indonesia. Anggota DPR RI dan Menlu RI pun tidak hadir. Padahal, muatan ‘internasional’ simposium ini justru diharapkan dari kehadiran mereka.

Namun demikian, patut disyukuri bahwa kehadiran wakil menteri pendidikan nasional RI, bapak Fasli Djalal cukup memberikan harapan. Beliau berjanji akan serius membuka akses pendidikan bagi rakyat Palestina di Indonesia. Bahkan sepekan setelah kegiatan simposium diselenggarakan, beliau berencana akan mengundang pejabat di jajaran depdiknas beserta penyelenggara simposium untuk duduk bersama membicarakan hal tersebut. Sebuah harapan yang sangat menggembirakan oleh karena selama kuranglebih 6 bulan akses pendidikan untuk rakyat palestina telah diupayakan oleh KNRP dan BSM (Bulan Sabit Merah) ke diknas, namun belum mendapatkan jawaban.

Kegiatan simposium hampir saja tidak membawa kesan bagi saya sekiranya tidak menghadirkan ust. Herry Nurdi, pemimpin redaksi majalah Sabili. Kesan saya, beliau tampil beda dengan pemateri lainnya. Sebenarnya pemateri yang lain juga membawa manfaat (baca: membuka wawasan), terutama tentang sejarah penindasan di Palestina, berita terkini Palestina, dan kontribusi negara-negara di dunia khususnya negara-negara Islam. Tapi, ust. Herry Nurdi mampu memvisualisasikan peran yang bisa diambil oleh para peserta simposium untuk rakyat Palestina. Selain itu, beliau melakukan proses interaktif dengan peserta di samping sesi ‘tanya-jawab’ yang disediakan waktunya.

Pada salah satu bagian penjelasannya, ust.Herry mengemukakan alasan rasional-historis mengapa hingga saat ini Indonesia dipandang sebagai pihak yang paling berperan dalam upaya kemerdekaan bangsa Palestina.
Wajar jika Indonesia bisa mengambil peran besar untuk Palestina. Kita, rakyat Indonesia, bisa merasakan penderitaan rakyat Palestina karena kita mengalami hal yang sama dengan mereka. Kita sudah merasakan pahitnya dijajah dan kita sudah merasakan nikmatnya merdeka. Tentu kita sangat memahami keinginan yang sama dari rakyat Palestina.”

Bagian paling menarik yang diangkat oleh ust.Herry adalah kisah panglima perang kaum muslimin dalam pembebasan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih.
Sebelum ke medan perang, Muhammad Al-Fatih menginspeksi pasukannya. Al-Fatih mengajukan 3 pertanyaan kepada para pasukannya yang sedang berbaris. “Barangsiapa di antara kita yang selama baligh sampai sekarang pernah meninggalkan sholat 5 waktu, walaupun sekali, silahkan duduk.” Tak satupun pasukannya yang duduk. “Barangsiapa yang pernah meninggalkan sholat sunnat rawatib, silahkan duduk”. Maka setengah dari pasukannya pun duduk. “Barangsiapa yang pernah meninggalkan sholat lail sejak baligh hingga sekarang, silahkan duduk”. Maka tak seorang pun yang berdiri kecuali, hanya Al-Fatih sendiri.

Kisah ini beliau angkat untuk menyadarkan para peserta simposium bahwa kontribusi warga muslim di Indonesia bagi kemerdekaan rakyat Palestina bisa lebih optimal jika sumber daya manusianya dipersiapkan dengan baik.
Kalau kita mau membebaskan Al-Aqsa, kalau kita ingin memerdekakan rakyat Palestina dari penindasan, maka kita harus mempersiapkan diri-diri kita hingga kualitas kita sama dengan kualitas Muhammad Al-Fatih. Palestina hanya mungkin dibebaskan oleh pasukan sekualitas pasukan Muhammad Al-Fatih


No comments:

Post a Comment